PurbalinggaNews – Desa Tanalum, Kecamatan Rembang dijadikan sebagai Desa Tangguh Bencana (Destana) Tahun 2019. Desa Tanalum ini merupakan desa yang kedua yang dijadikan sebagai Destana.
“Desa yang pertama kali dicanangkan sebagai Destana yakni Desa Serang pada Tahun 2018,” kata Kasi Pencegahan dan Kesiapsiagaan pada BPBD Purbalingga, Kuat Waluyo saat melaporkan Pelaksanaan Simulasi dan Pembentukan Destana di Desa Tanalum, Kecamatan Rembang, Rabu (30/10).
Ia menjelaskan tujuan dilakukannya simulasi dan pembentukan Destana yakni untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitas masyarakat daerah rawan bencana melalui pelatihan dan simulasi serta kesiapsiagaan dari ancaman bencana tanah longsor dan banjir. Selanjutnya dengan dibentuknya Destana ini maka warga desa tersebut dapat menjadi desa yang tangguh bencana.
“Sehingga nantinya masyarakat desa tersebut akan tetap aman, selamat dari ancaman bencana,” ujarnya.
Simulasi dan pembentukan destana ini diikuti oleh 200 peserta yang terdiri dari unsur perangkat desa dan tokoh masyarakat desa, PKK, tokoh agama, tokoh pemuda, dan warga sekitar. Kegiatan simulasi dan pembentukan destana dilaksanakan selama dua hari yakni Rabu sampai Kamis (30-31/10).
“Untuk penyaji materi berasal dari para relawan di Purbalingga seperti MDMC Purbalingga, SAR Purbalingga, RAPI dan organisasi lainnya,” imbuh Kuat.
Bupati Purbalingga melalui Kepala BPBD Kabupaten Purbalingga, Moch.Umar Faozi mengatakan kegiatan simulasi dan pembentukan destana menjadi sebuah alternatif bagaimana menyiapkan sedini mungkin cara serta strategi dalam menghadapi bencana yang sulit diprediksi. Sehingga kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas masyarakat untuk betul-betul bisa menjadi Destana di lingkungan desanya.
“Selain itu, bisa menjadi percontohan Destana sehingga mampu memotivasi bagi desa-desa yang lain yang belum membentuk destana bagi wilayah yang memiliki potensi rawan bencana,” kata Umar.
Pada simulasi dan pembentukan destana menurutnya ada hal yang perlu diperhatikan yakni bagaimana membangun sistem komunikasi dan peringatan dini. Kemudian masyarakat harus mampu memperkirakan datangnya ancaman dan memberikan tanda siaga.
“Nantinya masyarakat juga diharapkan mampu menyusun informasi tentang resiko yang mungkin ditimbulkan akibat bencana yang terjadi,” imbuhnya.
Selanjutnya masyarakat mampu menyusun strategi untuk meredam kehilangan atau kerusakan yang mungkin terjadi akibat bencana. Hal ini tentunya tidak mudah ada tantangan yang perlu diperhatikan, masyarakat desa harus mampu menterjemahkan informasi teknis menjadi informasi yang mudah diterima warga di sekitar.
“Kemudian bagaimana caranya memberikan pemahaman kepada masyarakat sehingga dapat bertindak tepat dan cepat pada saat yang tepat pula,” pungkasnya. (PI-7)