PURBALINGGA — Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Purbalingga menghadiri Rapat Evaluasi dan Kesiapan Menghadapi Bencana Musim Penghujan Tahun 2025/2026 yang diselenggarakan oleh BPBD Provinsi Jawa Tengah, pada Selasa (28/10) bertempat di Aula Gedung A Lantai 4 BPBD Provinsi Jawa Tengah.
Rapat dipimpin oleh Kalakhar BPBD Provinsi Jawa Tengah, Bergas Catursasi Pananggungan, S.Sos., M.Si dan dihadiri oleh Kepala Pelaksana BPBD se-Jawa Tengah beserta staf pendamping. Hadir pula sebagai narasumber, perwakilan dari BNPB dan Kepala BMKG Jawa Tengah yang menyampaikan paparan terkait kondisi kebencanaan dan prakiraan cuaca.
Dalam paparannya, disebutkan bahwa sepanjang tahun 2025 telah terjadi berbagai bencana di wilayah Jawa Tengah, antara lain 107 kejadian banjir, 91 kali cuaca ekstrem, 30 kali tanah longsor, 19 kali kebakaran hutan dan lahan (karhutla), 13 kali kebakaran bangunan, serta 1 kali kegagalan teknologi. Selain itu, 16 kabupaten/kota juga dilaporkan mengalami kekeringan, dengan total kerugian ditaksir mencapai Rp 63,25 miliar.

Beberapa kendala yang masih dihadapi dalam penanganan bencana antara lain: koordinasi lintas sektor yang belum optimal, data dan informasi yang belum sinkron, akses ke lokasi bencana yang sulit dijangkau, kapasitas SDM serta relawan yang belum merata, dan keterbatasan logistik darurat.
Rapat juga menekankan pentingnya penguatan kesiapsiagaan masyarakat dan SKPD, serta integrasi data dan informasi antar BPBD Kabupaten/Kota, BPBD Provinsi, dan instansi terkait lainnya.
Berdasarkan paparan BMKG Jawa Tengah, awal musim penghujan tahun 2025/2026 diprakirakan terjadi pada Oktober 2025 dengan sifat hujan normal hingga di atas normal. Wilayah Kabupaten Purbalingga bahkan termasuk kategori bermusim hujan sepanjang tahun 2025.
Puncak musim penghujan diprakirakan akan berlangsung pada Januari hingga Februari 2026, dengan durasi musim mencapai 16 – 21 dasarian atau sekitar 6–7 bulan.
BPBD Provinsi Jawa Tengah mengimbau seluruh BPBD kabupaten/kota untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi bencana hidrometeorologi, terutama pada periode peralihan dan puncak musim penghujan. Selain itu, pemerintah daerah diminta untuk mengoptimalkan sistem drainase agar bebas dari sumbatan sampah, rumpun bambu, dan sedimen.






